✔ Dalam Rumah Tangga Bertengkar Itu Indah
Bertengkar ialah phenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumahtangga, kalau ada seseorang berkata: “Saya tidak pernah bertengkar dengan isteri saya !” Kemungkinannya dua, boleh jadi dia
belum beristeri, atau ia tengah berdusta. Yang terang kita perlu menikmati sa’at-sa’at bertengkar itu,sebagaimana lebih menikmati lagi sa’at sa’at tidak bertengkar.Bertengkar itu bekerjsama sebuah keadaan diskusi, hanya saja dihantarkan dalam muatan emosi tingkat tinggi. Kalau tahu etikanya, dalam bertengkar pun kita dapat mengambil hikmah, betapa tidak, justru
dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih gampang dicerna ketimbang basa bau tanpa emosi.
1. Kalau bertengkar dihentikan berjama’ah.
Cukup seorang saja yang murka marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi harus menunggu hingga yang satu reda. Untuk urusan murka pantang berjama’ah, seorang pun sudah cukup menciptakan rumah jadi meriah. Ketika ia murka dan saya mau menyela, segera ia berkata”STOP” ini giliran saya ! Saya harus membisu sambil istighfar. Sambil menahan senyum saya berkata dalam hati : “kamu makin bagus kalau marah, makin energik ….” Dan dengan membisu itu pun saya merasa telah berinfak sholeh, telah menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi… “duh kekasih …bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega, maka dipadang kelegaan perasaanmu itu saya menunggu….”
Demikian juga kalau pas kena giliran saya “yang olahraga otot muka”, saya menganggap bahwa distorsi hati, bisul dari jiwa yang tersinggung ialah sampah, ia harus segera dibuang supaya tak menebar kuman, dan saya tidak berani murka sama siapa siapa kecuali pada isteri saya maka sekarang giliran beliau yang harus bersedia jadi keranjang sampah. Pokoknya khusus untuk marah, memang tidak harus berjama’ah, alasannya ialah ada sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan secara berjama’ah selain marah
2. Marahlah untuk kasus itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat masa.
Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, niscaya terpojok, sebabmasa silam ialah potongan dari sejarah dirinya yang tidak dapat ia ubah. Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab impian terbentang mulai hari ini hingga ke depan.
Dalam bertengkar pun kita perlu menjaga harapan, bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran di antara orang yang masih memiliki harapan, hanyalah sebuah foreplay, sedang pertengkaran dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya. Kalau saya terlambat pulang dan ia marah, maka kemarahan atas keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya, adalah “ungkapan rindu yang keras”. Tapi bila itu dikaitkan dgn seluruh keterlambatan saya, minggu lalu, awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu menciptakan saya terpuruk jatuh. Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula), sepedas apapun saya marah, maka itu adalah “harapan ingin disayangi lebih tinggi”. Tapi kalau itu dihubungkan dgn kesalahannya kemarin dan tiga hari lewat, plus tuduhan“Sudah tidak suka lagi ya dengan saya”, maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di masa lalu, ups saya telah membunuhnya, membunuh cintanya. Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah . OK, marahlah tapi untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun milik hari ini …..
3.Kalau murka jangan bawa bawa keluarga !
Saya dengan isteri saya terikat gres beberapa masa, tapi saya dengan ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu,demikian juga ia dan abang serta pamannya. Dan konsep Quran, seseorang itu tidak menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40). Saya tidak akan terpancing murka bila cuma saya yang dimarahi, tapi kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitu pun dia,semenjak saya menikahinya, saya telah berguru mengabaikan siapapun di dunia ini selain dia, alhasil mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah “awal cinta yang panas ini“. Kata ayah saya : “Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak”.
Memarahi orang yang mengasihi saya, lebih gampang dicari ma’afnya dari pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..“Dunia sudah diambang pertempuran, tidak usah ditambah tambah dengan memusuhi mertua!” ;D
4. Kalau murka jangan di depan anak anak !
Anak kita ialah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian. Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, lantaran itu, mengapa mereka harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang bau tanah nya bertengkar, galau harus memihak siapa. Membela ayah, bagaimana ibunya. Membela ibu, tapi itu ‘kanbapak saya.
Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar :* Ibu :”Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak, dan kau tiba main suruh begitu, emang saya ini babu?!!!” * Bapak : “Saya juga cape, kerja seharian, kau minta ini dan itu dan saya harus mencari lebih banyak untuk itu, saya tiba hormatmu tak ada, emang saya ini kuda ????!!!! * Anak : “…… Yaaa …ibu saya babu, bapak saya kuda …. terus saya ini apa ?”Kita harus berani berkata : “Hentikan pertengkaran!” ketika anak datang, lihat mata mereka, dalam binarnya ada rindu dan kebersamaan. Pada tawanya ada jejak kerjasama kita yang romantis, haruskah ia mendengar kata bau hati kita ???
5. Kalau murka jangan lebih dari satu waktu shalat !
Pada setiap tahiyyat kita berkata : “Assalaa-mu’alaynaa wa ‘alaa ‘ibaadilahis sholiihiin” Ya Allah tenang atas kami,demikian juga atas hamba hambamu yg sholeh . Nah andai sesudah salam kita cemberut lagi, sesudah salam kita tatap isteri kita dengan amarah, maka kita telah mendustai-Nya, padahal nyawamu ditangan-Nya.
OK, marahlah sepuasnya kala senja, tapi habis maghrib harus terbukti lho itu kesepakatan dengan Ilahi ….. Marahlah habis shubuh, tapi jangan lewat waktu dzuhur, Atau maghrib sebatas isya … Atau habis isya sebatas….??? Nnngg……. Ah kayaknya kita setuju kalau habis isya sebaiknya memang tidak bertengkar .
6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema’afkan
Tapi yang terang memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah“proses berguru untuk mengasihi lebih intens” . Ternyata ada yang masih setia dengan kita walau telah kita maki-maki. Ini saja, semoga bermanfa’at,
“Dengan ucapan syahadat itu berarti kita menyatakan diri untuk bersedia dibatasi”.
Selamat tinggal kebebasan tak terbatas yang dipongahkan insan pintar. berpihak kepada kebaikan…bijak hanya akan jadi bias jikalau teori belaka, memusingkan jikalau tak dibiasakan. bijak memakai perasa’an yang dirasakan, dipraktek’kan & dinilai sendiri, bijaksana-kah atau tidak..lebih baik berusaha menjadi bijak, daripada sama sekali tak mencoba jadi cukup umur bijaksana sederhana..berusaha untuk tetap ada untuk berguna, meski tak diminta..
Belum ada Komentar untuk "✔ Dalam Rumah Tangga Bertengkar Itu Indah"
Posting Komentar